Mengurangikadar C 2 H 4 (etilen) dengan jalan memberikan kalium permanganat (KmnO 4) pada ruang penyimpanan. respon terhadap etilen. Pemaparan dapat dicegah dengan ventilasi, penghambatan sintesis etilen, dan pembuangan etilen.Selain itu, etilen dapat diblok dengan penggunaan CO2, perak, dan 1-metil siklopropana; penurunan suhu; dan JAKARTA, - Fase berbuah merupakan periode pertumbuhan tanaman yang sangat dinanti. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu, buah yang sudah mulai muncul bisa mengalami kerontokan. Peristiwa tersebut juga sering dijumpai pada tanaman duku. Dikutip dari Cybext Kementerian Pertanian, Senin 12/12/2022, penyebab buah duku rontok ternyata sangat beragam, diantaranya; faktor alami, non patogen, serangan hama, dan serangan patogen penyebab penyakit. Lantas, bagaimana cara mengatasi buah duku rontok? Simak tips lengkapnya berikut juga Mudah, Cara Menanam Pohon Duku agar Cepat Berbuah Kerontokan karena faktor alami Pixabay/najibzamri Tanaman dukuBuah duku bisa rontok akibat adanya faktor alami yakni ketidakmampuan bunga dalam melakukan penyerbukan, seperti serbuk sari hampa, cacat, dan serbuk sari tidak berkecambah. Cara mengatasi buah duku rontok karena faktor alam yaitu dengan memperbaiki sifat varietas tanaman, melakukan persilangan bantu menggunakan lebar, dan memberikan hormon natrium acetic acid naa dan ga3 sebanyak 50 ppm setiap 3 kali dengan selang waktu 3 minggu. Kerontokan akibat faktor non patogen Selain faktor genetik atau alami, buah duku juga bisa rontok akibat faktor non patogen seperti iklim dan kesuburan tanah. Untuk mengatasi kerontokan buah akibat faktor ini bisa dengan cara membungkus buah menggunakan kertas semen. Baca juga 5 Cara Merawat Pohon Duku agar Cepat Berbuah Upaya lain yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan pupuk fosfor, kalium, dan unsur hara mikro, penyiraman air sebanyak 10 liter/hari, serta pemberian hormon naa dan ga3 15 ppm sebanyak 3 kali dengan selang waktu 3 minggu.
Hormonpada tumbuhan yang berfungsi untuk mempercepat pemasakan buah adalah Dibawah ini adalah pilihan-pilihant hormon tumbuhan yang mempercepat pemasakan buah: A. Gas Etilen B. Asam Absisat C. Sitokonin D. Auksin Pembahasan: Gas etilen Adalah hormon yang memacu proses pemasakann buah. Asam abisat adalah hormon. Sitokonim adalah hormon yang berfungsi untuk merangsang pembelahan sel
PNPutri N16 Desember 2021 0057Pertanyaan5290Belum ada jawaban 🤔Ayo, jadi yang pertama menjawab pertanyaan ini!Mau jawaban yang cepat dan pasti benar?Tanya ke ForumBiar Robosquad lain yang jawab soal kamuTanya ke ForumRoboguru PlusDapatkan pembahasan soal ga pake lama, langsung dari Tutor!Chat TutorTemukan jawabannya dari Master Teacher di sesi Live Teaching, GRATIS!Klaim Gold gratis sekarang!Dengan Gold kamu bisa tanya soal ke Forum sepuasnya,
Pembentukanbuah tanpa biji pada buah semangka disebabkan oleh pemberian hormon giberelin. Fungsi hormon giberelin diantaranya : merangsang aktivitas kambium, menyebabkan tanaman lebih cepat berbunga, memperbesar ukuran buah dan tanaman, mempengaruhi perkembangan embrio, menghambat pembentukan biji, merangsang pembentukan saluran serbuk sari Kerontokan buah sering terjadi dan menyebabkan rendahnya panen buah. Informasi penggunaan hormon GA3 dalam menekan kerontokan buah pada jeruk pamelo masih belum tersedia. Riset ini bertujuan untuk mengkaji peranan GA3 terhadap kerontokan dan kualitas buah jeruk pamelo berbiji dan tidak berbiji. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2019 sampai Juni 2020 di Desa Tambakmas, Kecamatan Sukomoro Kabupaten Magetan. Desain percobaan menggunakan rancangan tersarang, dimana faktor utama adalah kultivar Bali Merah 1 dan Bali Merah 2 dan faktor tersarang adalah penyemprotan GA3 tanpa disemprot GA3, penyemprotan GA3 pada 1 minggu setelah antesis MSA dan penyemprotan GA3 pada 1 dan 3 MSA. Bali Merah 1 tergolong pada pamelo berbiji, sedangkan Bali Merah 2 adalah pamelo tidak berbiji. Peubah pengamatan meliputi konsentrasi GA3 buah pada 4, 5, dan 6 MSA, final set, jumlah buah rontok, bobot dan diameter buah, bagian dapat dimakan BDD, padatan terlarut total PTT, asam tertitrasi total ATT, rasio PTT/ATT dan vitamin C. Hasil menunjukkan bahwa penyemprotan GA3 meningkatkan final set namun tidak memberikan pengaruh nyata pada bobot buah, diameter buah, ATT, rasio PTT/ATT dan kandungan vitamin C. Penyemprotan GA3 pada 1 dan 3 MSA menekan jumlah buah rontok serta meningkatkan konsentrasi GA3 buah pada 4, 5, dan 6 MSA, BDD dan PTT buah. Kata kunci asam tertitrasi total, final set, padatan terlarut total, Vitamin C Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 295Kalsum et al. / J. Agron. Indonesia 493295-301Desember 2021* Penulis untuk korespondensi. e-mail slmtsanto Wafat pada Maret 2020ISSN 2085-2916 e-ISSN 2337-3652Tersedia daring Agron. Indonesia, Desember 2021, 493295-301DOI GA3 terhadap Kerontokan dan Kualitas Buah Jeruk Pamelo Berbiji dan Tidak Berbiji The Role of GA3 on Fruit Drop and Fruit Quality of Seeded and Seedless Pummelo Ummu Kalsum1,2, Slamet Susanto3*, Ahmad Junaedi3, Nurul Khumaida3+, dan Heni Purnamawati3 1Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor 2Program Studi Agroteknologi, Fakultas Teknologi Industri, Universitas GunadarmaJl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Indonesia3Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor IPB University, Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, IndonesiaDiterima 8 November 2021/Disetujui 15 Desember 2021ABSTRACTFruit drop occurs frequently and causes low fruit harvesting. The information about the use of the hormone GA3 in suppressing fruit drop in pummelo is still not available. This research aimed to examine the role of GA3 on fruit drop and fruit quality in seeded and seedless pummelo. This research was conducted from December 2019 until June 2020 in Tambakmas Village, Sukomoro District, Magetan Regency. The experiment used a nested design with two factors, cultivars as the main factor Bali Merah 1 and Bali Merah 2 and spraying GA3 as a nested factor without spraying GA3, sprayed with GA3 at 1st week after anthesis WAA, and sprayed with GA3 at 1st and 3rd WAA. Bali Merah 1 belongs to seeded pummelo, while Bali Merah 2 is a seedless pummelo. The observation variables consisted of the concentration of GA3 at 4th, 5th, and 6th WAA, final set, the number of fruit drop, fruit weight and diameter, edible portion, total soluble solids TSS, total titratable acidity TTA, TSS/ATT ratio, and vitamin C. The result showed that the GA3 spraying increased the final set of pummelo but the treatment had no significant affected on fruit weight, fruit diameter, TTA, TSS/TTA ratio, and vitamin C content. The GA3 spraying at 1st and 3rd WAA suppressed fruit drop and increased the GA3 concentration of fruit at 4th, 5th and 6th WAA, the edible portion and TSS of pummelo final set, total titratable acidity, total soluble solids, vitamin CABSTRAK Kerontokan buah sering terjadi dan menyebabkan rendahnya panen buah. Informasi penggunaan hormon GA3 dalam menekan kerontokan buah pada jeruk pamelo masih belum tersedia. Riset ini bertujuan untuk mengkaji peranan GA3 terhadap kerontokan dan kualitas buah jeruk pamelo berbiji dan tidak berbiji. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2019 sampai Juni 2020 di Desa Tambakmas, Kecamatan Sukomoro Kabupaten Magetan. Desain percobaan menggunakan rancangan tersarang, dimana faktor utama adalah kultivar Bali Merah 1 dan Bali Merah 2 dan faktor tersarang adalah penyemprotan GA3 tanpa disemprot GA3, penyemprotan GA3 pada 1 minggu setelah antesis MSA dan penyemprotan GA3 pada 1 dan 3 MSA. Bali Merah 1 tergolong pada pamelo berbiji, sedangkan Bali Merah 2 adalah pamelo tidak berbiji. Peubah pengamatan meliputi konsentrasi GA3 buah pada 4, 5, dan 6 MSA, final set, jumlah buah rontok, bobot dan diameter buah, bagian dapat dimakan BDD, padatan terlarut total PTT, asam tertitrasi total ATT, rasio PTT/ATT dan vitamin C. Hasil menunjukkan bahwa penyemprotan GA3 meningkatkan final set namun tidak memberikan pengaruh nyata pada bobot buah, diameter buah, ATT, rasio PTT/ATT dan kandungan vitamin C. Penyemprotan GA3 pada 1 dan 3 MSA menekan jumlah buah rontok serta meningkatkan konsentrasi GA3 buah pada 4, 5, dan 6 MSA, BDD dan PTT buah. Kata kunci asam tertitrasi total, final set, padatan terlarut total, Vitamin C 296Kalsum et al. / J. Agron. Indonesia 493295-301Desember 2021PENDAHULUAN Permasalahan dalam produksi tanaman jeruk seringkali terjadi, seperti kerontokan buah pada stadia awal perkembangan buah dan kerontokan menjelang panen. Kedua hal tersebut akan mengurangi produksi buah. Taiz dan Zeiger 2002 menyatakan bahwa absisi atau kerontokan buah merupakan proses lepasnya suatu buah dari pohon. Absisi ini terjadi pada zona absisi yang terletak pada tangkai buah, dimana proses ini umumnya diawali dengan diferensiasi suatu lapisan absisi pada zona absisi. Bisht et al. 2018 yang menyatakan bahwa absisi organ buah dapat terjadi pada awal perkembangan buah atau saat buah akan memasuki periode kultivar jeruk pamelo berbunga hanya satu kali dalam setahun, yakni mayoritas berbunga pada akhir Oktober sampai Desember Kalsum et al., 2021. Pembungaan yang terjadi hanya sekali ini memerlukan perhatian untuk meningkatkan jumlah buah panen dan keberlanjutan ketersediaan buahnya. Peningkatan jumlah buah panen tergantung pada kemampuan setiap kultivar dalam mempertahankan retensi buah pada pohon sampai matang. Li et al. 2017 dan Khefifi et al. 2020 melaporkan bahwa kerontokan buah pada waktu tertentu dipengaruhi oleh hara buah, potensi genetis, konsentrasi hormon dan lingkungan. Susanto et al. 2011 menyatakan bahwa jeruk pamelo di Indonesia terbagi menjadi pamelo berbiji biji per buah >10 dan pamelo tidak berbiji biji per buah 400 g serta dikategorikan dalam ukuran kode 5 1101-1300 g. Penyemprotan GA3 tidak memberikan pengaruh nyata pada bobot dan diameter membujur buah. Bons et al. 2015 menyatakan bahwa aplikasi GA3 setelah bunga mekar tidak selalu meningkatkan bobot buah panen, namun terjadi peningkatan ukuran di awal stadia disebabkan peningkatan sementara pembelahan sel di dinding ovarium. Diameter buah melintang dan membujur dari semua perlakuan sudah melebihi standar minimum Codex UNECE 2017 yaitu 10 cm. Dengan demikian, buah pamelo dari semua perlakuan sudah memiliki nilai komersial yang baik dari segi ukuran, baik bobot maupun diameter buah pamelo tidak berbiji lebih tinggi dibandingkan pamelo berbiji Pamelo tidak berbiji Bali Merah 2 menghasilkan BDD yang lebih tinggi dari pamelo berbiji diduga karena pengaruh jumlah biji yang terdapat di dalam buah. Bobot buah pamelo berbiji dan tidak berbiji yang sama namun memiliki jumlah biji yang berbeda mempengaruhi BDD, dimana menurut Kalsum et al. 2021 jumlah biji per buah Bali Merah 1 >40 biji sedangkan Bali Merah 2 bijinya Bali Merah 1>Bali Merah 2. Seeded pummelo was not significant difference with seedless pummelo on several variables, except the total titrable acidity TTA content seeded group > seedless group. Adas Duku became the best cultivar compared to the other three cultivars in several characteristics, such as the lowest peel thickness, the highest in the edible portion, the total soluble solids TSS and TTA of flesh fruit. Nidhi ChauhanJyoti Bharti SharmaWasif MirKanchan RanaGibberellins are the organic compounds which tend to regulate several metabolic processes in the plants. They play an important role in the enhancement of efficiency of fruit crops in terms of growth, quality and yield. GAs are naturally synthesized by the higher plants but in insufficient amounts. Therefore, the exogenous applications of GA at different concentrations and at different stages of growth drastically increase the seed germination, stem elongation, shoot initiation, flower induction, flower inhibition, fruit set, fruit development and modify several other vital processes in the fruit crops. Similarly, Promalin is a mixture of two naturally occurring plant growth regulators gibberellic acid 4 and 7 GA₄+₇, which causes cell enlargement and elongation, and 6-benzyladenine 6-BA which promotes cell division. Promalin has been reported very effective especially in temperate fruit crops like apple, pear, cherry etc. where it has proven beneficial for increased fruit N, Susanto S, Aziz SA, Suketi K, Dadang. 2020. The diversity of kristal’ guava Psidium guajava fruit quality in response to different altitudes and cultural practices. Biodiversitas 21 3310-3316. The current study aimed to compare the quality of kristal’ guava fruit harvested from different altitudes under different cultural practices. The study was conducted from January to March 2019. Four treatments were examined, fruit from low altitude-intensive cultural LI, low altitude-less intensive cultural LI, middle altitude-intensive cultural MI, and middle altitude-less intensive cultural ML. All treatments were arranged in a completed randomized design and each treatment had five trees as replicates The findings of the study showed that there was a variation of fruit quality in response to different altitudes and cultural practices. The fruits harvested from low altitudes were significantly bigger and heavier than the fruits harvested from middle altitude, irrespective of cultural practices. With regard to fruit softness, the fruits from middle altitudes were crispier than fruits from the low altitude. The chemical qualities of the fruits, indicated by TSS/TA ratio and vitamin C, were better in guava orchard under intensive cultural practice than less intensive cultural practice. The intensive cultural practice also improved the guava fruit size as compared to the less intensive cultural practice. This finding may be attributed to pruning which is performed in intensive cultural practice. More beneficial metabolites for human health such as vitamin E and caryophyllene were found in fruit from low temperature, viral diseases and salinity are the major limiting factors in sustaining and increasing tomato productivity. To tackle the different biotic and abiotic stresses in tomato cultivation application growth regulators have been considered as right choice for scientists and farmers. Plant growth regulators also called plant hormones are numerous chemical substances that profoundly influence the growth and differentiation of plant cells, tissues and organs. Plant growth regulators function as chemical messengers for intercellular communication. In tomato, different growth regulators play a pivotal role in germination, root development, branching, flower initiation, fruiting, lycopene development, synchronization and early maturation, parthenocarpic fruit development, ripening, TSS, acidity, seed production etcetera. To boost the tomato production in India these versatile resources greatly help the professionals and researchers. Keeping the importance of growth regulator in tomato production in mind this review paper is fruit abscission usually occurs at the final stage of fruit maturation but in some areas of citrus production, in advance of the usual harvest period, and sometimes suddenly and intensely. The reasons for this precocious citrus fruit abscission remains unclear. Therefore, the aim of this study was to try to clarify what the determinants of this phenomenon are. A multi-site experimentation was carried out on six orange cultivars, in Corsica, Spain and Tunisia where the phenomenon of early massive fruit drop varies. Climatic parameters, fruit maturity parameters and fruit detachment force FDF were recorded along the fruit maturation period. Respectively to the fruit drop, the FDF decreased in Tunisia and in Spain until the fruit falls, whereas in Corsica, it remained relatively constant throughout fruit maturation. Although data on fruit maturity parameters rind color, acidity and total soluble solids differed at the three sites, their evolution was similar during the period of maturation. FDF was not related to changes in any fruit maturity parameters, and more likely depended on changes in temperatures on days when the mean temperature was above 13 • C. Massive fruit abscission could be linked to the earlier more rapid restart of vegetative growth in Tunisia and Spain than in fruits are mainly consumed as fresh fruit and processed juice products. They serve as nutritional and a tasty diet in our daily life. However, the formidable bitterness and delayed bitterness significantly impact the citrus industry attributable to the two major bitter compounds naringin and limonin. The extremely sour and acidic also negatively affects the sensory quality of citrus products. Citrus breeding programs have developed different strategies to improve citrus quality and a wealth of studies have aimed to uncover the genetic and biochemical basis of citrus flavor. In this minireview, we outline the major genes characterized to be involved in pathways shaping the sweet, bitter, or sour taste in citrus, and discuss briefly about the possible approaches to modify citrus taste by genetic study aimed to evaluate the effect of GA3 gibberellic acid application on growing pineapple 'Pérola' fruits, and also the harvest season on yield, and fruit quality. The experimental design used was randomized blocks in 5×2 factorial design, being the first factor the application of GA3, and the second the harvest season, totaling in 10 treatments with four replicates, in split-plot plots. The treatments tested were 1 GA3 application after the appearance of the first flower open on the inflorescence; 2 application of GA3 after the closing of the flowers in the inflorescence; 3 application of GA3 45 days before the first harvest; 4 two applications of GA3 one after the closing of flowers and another 45 days before the first fruits harvest; and 5 without application of GA3. Two harvest seasons were evaluated 150 and 180 days after the floral induction. The phytoregulator Pro-Gibb in a concentration of 200 mg L-1 of GA3 was adopted. The variables assessments were fruit length with crown and without, crown length and mass, crownless fruit mass, average fruit mass and yield, titratable acidity, total soluble solids, and pH of the juice. The harvest of pineapple fruits held 180 days after floral induction, combined with an application of GA3 45 days before the harvest, provided greater yield while maintaining and improving the quality of pineapple 'Pérola' fruits. The use of GA3 did not influence the pineapple yield when the harvest is performed early, 150 days after flower induction. RESUMO Este trabalho objetiva avaliar o efeito da aplicação de GA 3 ácido giberélico no fruto de abacaxi 'Pérola' em desenvolvimento e a época de colheita na produtividade e qualidade do fruto. O delineamento experimental foi o de blocos casualizados em esquema fatorial 5x2, sendo o primeiro fator época de aplicação do GA 3 e o segundo a época de colheita, totalizando 10 tratamentos com quatro repetições, com parcela subdividida. Os tratamentos testados foram 1 aplicação do GA 3 após o aparecimento da primeira flor aberta na inflorescência; 2 aplicação do GA 3 após o fechamento das flores na inflorescência; 3 aplicação do GA 3 aos 45 dias antes de realizar a primeira colheita; 4 duas aplicações do GA 3 uma após o fechamento das flores e outra aos 45 dias antes da primeira colheita dos frutos; e 5 sem aplicação de GA 3. E duas épocas de colheita 150 e 180 dias após a indução floral. Utilizou o fitorregulador Pro-Gibb como concentração de 200 mg L-1 de GA 3. As variáveis avaliadas foram comprimento do fruto com e sem coroa, comprimento e massa da coroa, massa do fruto sem coroa, massa média do fruto e produtividade, acidez titulável, teor de sólidos solúveis totais e pH do suco. A colheita dos frutos de abacaxi realizada, aos 180 dias após a indução floral, com aplicação do GA 3 aos 45 dias antes da colheita, proporcionou maior produtividade mantendo e melhorando a qualidade dos frutos de abacaxi 'Pérola'. O uso do GA 3 não influência na produtividade do abacaxi quando a colheita é realizada precoce, ou seja, aos 150 dias após a indução In Citrus spp., gibberellic acid GA has been proposed to improve different processes related to crop cycle and yield. Accordingly, many studies have been published about how GA affects flowering and fruiting. Nevertheless, some such evidence is contradictory and the use of GA applications by farmers are still confusing and lack the expected results. Purpose This review aims to collate, present, analyze and synthesize the most relevant empirical evidence to answer the following questions i how does gibberellic acid act on flowering and fruiting of citrus trees?; ii why is all this knowledge sometimes not correctly used by farmers to solve yield problems relating to flowering and fruit set? Methods An extensive literature search to obtain a large number of records about the topic was done. Searches were done in five databases WoS, Scopus, Google Academics, PubMed and Scielo. The search string used was "Gibberellic acid" AND "Citrus". Records were classified into 11 groups according to the development process they referred to and initial data extraction was done. Records related with flowering and fruit set were drawn, and full texts were screened. Fifty-eight full text records were selected for the final data extraction. Results Selected studies were published from 1959 to 2017 and were published mainly in Spain, USA, Brazil and Japan. Twelve species were studied, and Citrus sinensis, C. reticulata and C. unshiu were the principal ones. Most publications with pre-flowering treatments agreed that GA decreases flowering, while only 3 out of 18 did not observe any effect. In most of these studies, the effect on fruit set and yield was not evaluated. Studies with treatments at full bloom or some weeks later mostly reported increased fruit set. However, these increases did not imply higher yields. The results on yield were highly erratic as we found increases, decreases, no effects or variable effects. Conclusions Despite some limitations, the action of GA related to cell division and growth, stimulating the sink ability of the organ and discouraging its abscission, has been clearly established through reviewed studies. GA applications before flowering counteract the floral induction caused by stress reducing flowering. However, on adult trees under field conditions, reducing flowering by applying GA would be difficult because it would be necessary to previously estimate the natural floral induction of trees. During flowering and fruit set, many problems may arise that limit production. Only when the problem is lack of fruit set stimulus can GA applications improve yields. However, much evidence suggests that the main factor-limiting yield would be carbohydrate availability rather than GA levels. GA applications increased fruit set often transiently, but this increase did not mean improved Fenech Iraida AmayaVictoriano ValpuestaMiguel A BotellaThroughout evolution, a number of animals including humans have lost the ability to synthesize ascorbic acid ascorbate, vitamin C, an essential molecule in the physiology of animals and plants. In addition to its main role as an antioxidant and cofactor in redox reactions, recent reports have shown an important role of ascorbate in the activation of epigenetic mechanisms controlling cell differentiation, dysregulation of which can lead to the development of certain types of cancer. Although fruits and vegetables constitute the main source of ascorbate in the human diet, rising its content has not been a major breeding goal, despite the large inter- and intraspecific variation in ascorbate content in fruit crops. Nowadays, there is an increasing interest to boost ascorbate content, not only to improve fruit quality but also to generate crops with elevated stress tolerance. Several attempts to increase ascorbate in fruits have achieved fairly good results but, in some cases, detrimental effects in fruit development also occur, likely due to the interaction between the biosynthesis of ascorbate and components of the cell wall. Plants synthesize ascorbate de novo mainly through the Smirnoff-Wheeler pathway, the dominant pathway in photosynthetic tissues. Two intermediates of the Smirnoff-Wheeler pathway, GDP-D-mannose and GDP-L-galactose, are also precursors of the non-cellulosic components of the plant cell wall. Therefore, a better understanding of ascorbate biosynthesis and regulation is essential for generation of improved fruits without developmental side effects. This is likely to involve a yet unknown tight regulation enabling plant growth and development, without impairing the cell redox state modulated by ascorbate pool. In certain fruits and developmental conditions, an alternative pathway from D-galacturonate might be also relevant. We here review the regulation of ascorbate synthesis, its close connection with the cell wall, as well as different strategies to increase its content in plants, with a special focus on fruits. Banyakpenyakit yang dapat dicegah dengan memakan buah kebenaran. Nah kalau kamu mau tahu penyakit apa yang dapat dicegah dengan memakan buah kebenaran, ini 7 diantaranya : 1. Korupsi Gejala-gejala korupsi adalah kesombongan, merasa kekurangan uang terus dan tidak suka bertemu dengan wartawan. Jenis buah kebenaran yang paling tepat untuk
“Ada banyak alasan rambut tidak berhenti rontok, mulai dari stres hingga kondisi medis yang serius. Dengan mengetahui penyebabnya, cara untuk mengatasinya pun bisa lebih mudah ditemukan.” Halodoc, Jakarta – Rambut rontok merupakan masalah rambut yang sering dikeluhkan banyak orang. Masalah tersebut sebenarnya bisa disebabkan oleh berbagai macam hal, mulai dari faktor genetik hingga cara perawatan yang salah. Biasanya rambut rontok akan membaik setelah penyebabnya diatasi. Namun, bagaimana jika kerontokan rambut tak membaik? Tidak usah khawatir, cari tahu lagi penyebab rambut rontok tidak kunjung berhenti di sini, agar kamu bisa melakukan langkah penanganan yang tepat. Berikut beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab rambut kamu tidak berhenti rontok 1. Perubahan Hormon Perubahan hormon yang terjadi dalam tubuh bisa memicu rambut rontok. Kerontokan rambut yang terjadi karena perubahan hormon memiliki istilah medis, yaitu alopesia androgenik. Kondisi tersebut biasanya terjadi pada pria berusia lebih dari 50 tahun, atau pada wanita yang telah menopause. Dihydrotestosterone DHT adalah hormon yang diduga berperan dan menyebabkan kerontokan. Hormon yang dihasilkan oleh hormon progesteron ini menyebabkan folikel rambut menyusut, sehingga lama kelamaan rambut mengalami kerontokan. Pola kerontokan yang terjadi berbeda antara pria dan wanita. Pada pria, kerontokan biasanya akan menyebabkan sebuah lengkungan khas pada kedua sisi pelipis. Selanjutnya perlahan merambat hingga ke puncak kepala dan menyebabkan rambut rontok total. Sementara pada wanita kerontokan terjadi secara total dan menyeluruh. Tidak seperti pada lelaki, kerontokan rambut wanita tidak terpusat di beberapa bagian saja. 2. Sindrom Ovarium Polikistik PCOS polycystic ovary syndrome atau sindrom ovarium polikistik adalah satu penyakit ketika fungsi ovarium terganggu meski masih dalam usia subur. Kondisi tersebut membuat hormon pengidapnya tidak seimbang dan terganggu. Bahkan, dalam beberapa kasus PCOS juga bisa memicu kerontokan rambut. Pasalnya, tubuh wanita yang mengalami PCOS akan memproduksi hormon laki-laki androgen secara berlebihan. Efek dari produksi hormon ini dapat membuat tubuh wanita ditumbuhi rambut berlebihan di bagian tubuh tertentu seperti kaki dan lengan. Namun, pada beberapa wanita tinggi kadar androgen bisa menyebabkan kerontokan rambut kepala. 3. Alopecia Areata Penyakit atau kondisi kesehatan tubuh bisa menjadi penyebab terjadinya rambut rontok. Salah satu penyakit yang berdampak pada rambut adalah alopesia areata, yaitu penyakit autoimun yang biasanya menyerang bagian kulit tubuh, termasuk kulit kepala. Alopecia areata biasanya ditandai dengan munculnya bentuk bulat atau oval pada kulit kepala. Kemunculan tanda tersebut dapat menyebabkan folikel rambut rusak dan menyebabkan rambut menjadi rontok. 4. Efek Samping Obat Rambut rontok yang tidak kunjung berhenti juga bisa disebabkan oleh efek samping dari obat yang tengah kamu konsumsi. Beberapa jenis obat yang bisa memicu penipisan rambut contohnya obat untuk mengatasi arthritis, depresi, gangguan jantung, dan tekanan darah tinggi. Selain obat-obatan, tindakan medis seperti kemoterapi juga bisa memicu terjadinya kerontokan rambut. Sebaiknya perhatikan jika kerontokan sudah mulai berlebihan. Selain efek samping obat, bisa jadi itu adalah tanda bahwa tubuh “menolak” atau tidak cocok dengan kandungan dari obat yang dikonsumsi. 5. Stres Stres juga berisiko menyebabkan rambut rontok, karena masalah mental ini dapat meningkatkan kadar androgen hormon pria dalam tubuh. Hal itu juga bisa memicu masalah kulit kepala seperti ketombe, mengganggu kebiasaan makan, dan mengacaukan sistem pencernaan. Nah, semuanya bisa berdampak negatif pada rambut. Jadi, cobalah cari cara yang efektif untuk mengelola stres dengan baik. 6. Kurang Nutrisi Rambut rontok bisa menandai kalau tubuh kekurangan nutrisi tertentu. Kekurangan seng dan zat besi sudah sering dikaitkan dengan rambut rontok. Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa rambut rontok juga bisa dipicu akibat kekurangan nutrisi lainnya, seperti CVitamin 7. Masalah Tiroid Kelenjar tiroid membantu mengatur metabolisme tubuh dengan mengontrol produksi protein dan penggunaan jaringan oksigen. Karena itu, bila hormon tiroid tidak seimbang, folikel rambut bisa terpengaruh yang akhirnya menyebabkan rambut rontok. 8. Penggunaan Kontrol Kelahiran Kontrol kelahiran hormonal seperti kontrasepsi oral, implan, suntikan, cincin vagina dan patch bisa memicu rambut rontok bila kamu memiliki riwayat tersebut dalam keluarga. Dokter bisa merekomendasikan pilihan kontrol kelahiran non hormonal untuk mengatasi kondisi ini. Bila rambut kamu tidak berhenti rontok meski sudah mencoba berbagai cara untuk mengatasinya, coba hubungi dokter melalui aplikasi Halodoc. Kamu bisa tanya dokter melalui Video/Voice Call dan Chat kapan saja dan di mana saja. Tunggu apalagi, ayo download Halodoc di App Store dan Google Play. Referensi Healthline. Diakses pada 2022. Why Is My Hair Falling Out? Cosmopolitan. Diakses pada 2022. This is why your hair is falling out AND how to stop it WebMD. Diakses pada 2022. Surprising Reasons Your Hair Is Falling Out
MencegahKerontokan Bunga Dan Bakal Buah .- Solusi Alami Dalam Mengatasi Kerontokan Pada Bunga Dan Bakal Buah Secara Alami Dengan Obat Alami . Memberikan hormon buatan ; Usahakan tanah selalu lembab; kami merekomendasikan pada anda untuk menggunakan Mencegah Kerontokan Bunga Dan Bakal Buah SOT HCS sebagai solusi alami yang dapat 1. Perhatikan gejala-gejala berikut! Bertambahnya jumlah daun. Bertambahnya tinggi batang. Telah berkecambah. Perubahan warna daun. Munculnya bunga. Gejala perkembangan meliputi … A. 1,2, dan 3 B. 1, 2, dan 4 C. 1, 3, dan 4 D. 2, 3, dan 4 E. 3, 4, dan 5 2. Perkembangan makhluk hidup merupakan … . A. Pertambahan jumlah sel pada jaringan meristem B. Pertambahan volume yang dapat diukur dan bersifat tidak dapat balik C. Pembentangan setiap sel pada jaringan meristem D. Menuju kedewasaan dan tidak dapat diukur E. Perubahan dan penambahan bahan yang dapat diukur 3. Berikut gejala-gejala pada suatu tanaman. Batang tumbuh memanjang lebih cepat. Tanaman berwarna pucat. Batang bersifat lemah dan kurus. Daun tidak berkembang. Gejala-gejala tersebut terjadi jika … . A. Kadar air terlalu sedikit B. Nilai pH tanah terlalu tinggi C. Suhu lingkungan terlalu tinggi D. Kelembapan udara terlalu tinggi E. Intensitas udara terlalu sedikit 4. Perhatikan ciri-ciri perkecambahan berikut. Hipokotil tumbuh memanjang. Epikotil tumbuh memanjang. Kotiledon tetap berada di bawah permukaan tanah. Kotiledon berada di atas permukaan tanah. Plumula berada di atas permukaan tanah. Ciri-ciri perkecambahan hipogeal meliputi … . A. 1, 2, 3 B. 1, 3, 5 C. 1, 4, 5 D. 2, 3, 5 E. 2, 4, 5 5. Perhatikan berbagai aktivitas pertumbuhan berikut. Penebalan batang dan akar. Pemanjangan batang dan akar. Aktivitas pembelahan sel-sel meristem apikal. Pembentukan xilem sekunder dan floem sekunder. Pembentukan lingkaran tahun. Pertumbuhan sekunder suatu tumbuhan meliputi … . A. 1, 2, 3 B. 1, 3, 4 C. 1, 4, 5 D. 2, 3, 4 E. 2, 4, 5 6. Perhatikan beberapa fungsi hormon berikut. Merangsang pembelahan sel. Merangsang pengguguran bunga. Mempertebal pertumbuhan batang. Memacu proses pematangan buah. Membantu pembentukan buah tanpa biji. Fungsi hormon etilen adalah … . A. 1, 2, 3 B. 1, 2, 4 C. 2, 3, 4 D. 3, 4, 5 E. 1, 3, 5 7. Kerontokan buah dapat dicegah dengan memberikan hormon … . A. Auksin B. Etilen C. Sitokinin D. Asam traumalin E. Asam absisat 8. Perhatikan gambar berikut! Gambar di atas memperlihatkan hasil percobaan tumbuhan pada tanaman kubis. Kelompok A kubis normal Kelompok B kubis yang mendapat perlakuan giberelin Dari percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa giberelin … . A. Menghambat proses penuaan B. Menghilangkan sifat kerdil tanaman C. Mempertahankan dormansi biji D. Merangsang pembentukan batang E. Mencegah rontoknya bunga, buah, serta daun 9. Hormon yang paling berpengaruh dalam perkecambahan biji adalah … . A. Etilen B. Auksin C. Giberelin D. Asam absisat E. Asam traumalin 10. Perhatikan gambar berikut! Perkecambahan akan terjadi pada tabung … . A. A dan B B. A dan E C. B dan C D. B dan E E. C dan D Halini dapat membantu proses pematangan secara alami yang di bantu dengan keberadaan hormone yang ada di dalam buah buahan itu sendiri. 2. Membantu dalam kerontokan daun dedaunan - Adanya keberadaaan gas etilen ini membantu daun dedaunan untuk meranggas atau menggugurkan daunnya. Rambut rontok adalah lepasnya rambut secara berlebihan. Kondisi ini dapat mengakibatkan penipisan rambut atau kebotakan, baik sementara maupun permanen. Rambut rontok juga bisa terjadi sedikit demi sedikit atau banyak secara tiba-tiba. Jumlah rambut normal adalah sekitar helai, dan akan lepas atau rontok sekitar 50–100 helai setiap harinya. Hal ini merupakan kondisi yang normal, karena rambut yang rontok akan digantikan dengan rambut baru. Pertumbuhan rambut normal dapat dibagi ke dalam 3 fase, yaitu fase anagen, fase katagen, dan fase telogen. Pada fase anagen atau fase pertumbuhan, rambut akan tumbuh dan bertahan selama 2–8 tahun. Selama 2–3 minggu, rambut akan memasuki fase katagen atau fase transisi. Pada fase ini, rambut tidak tumbuh secara aktif. Setelah itu, rambut akan memasuki fase telogen atau fase istirahat. Pada fase ini, rambut akan mengalami kerontokan dan akan diganti dengan rambut baru 2–3 bulan setelahnya. Jika fase pertumbuhan rambut ini terganggu, rambut akan rontok hingga bisa berujung pada kebotakan. Selain itu, jika rambut yang memasuki fase telogen lebih banyak dari normal, rambut juga bisa rontok secara berlebihan. Kondisi ini disebut sebagai telogen effluvium. Meskipun rambut rontok lebih sering dialami remaja dan orang dewasa, anak-anak juga bisa mengalaminya. Penyebab Rambut Rontok Banyak faktor yang dapat menyebabkan siklus pertumbuhan rambut terganggu, hingga berakibat pada rambut rontok. Rambut rontok yang terjadi secara tiba-tiba dapat terjadi akibat berbagai faktor, yaitu Penyakit autoimun, misalnya pada alopecia areata Efek samping kemoterapi Perubahan hormon, misalnya saat persalinan atau karena polycystic ovary syndrome PCOS Efek samping obat-obatan, seperti obat penekan sistem imun imunosupresan, obat asam urat, dan obat tekanan darah tinggi. Sementara itu, rambut rontok yang terjadi secara bertahap paling sering disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan. Selain itu, pola makan yang tidak sehat, seperti kurang protein dan zat besi, juga dapat mengurangi kesuburan akar rambut, sehingga menimbulkan kerontokan. Gejala Rambut Rontok Gejala rambut rontok tergantung pada penyebabnya. Gejala ini dapat muncul secara tiba-tiba atau bertahap. Beberapa gejala tersebut adalah Penipisan rambut di puncak kepala ubun-ubun Pitak Penipisan rambut yang merata di kepala Rambut rontok di seluruh tubuh Diagnosis Rambut Rontok Diagnosis rambut rontok diawali dengan tanya jawab terkait gejala yang dialami pasien, serta riwayat penyakit pasien dan keluarganya. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik pada rambut dan kulit kepala. Pada pemeriksaan fisik, dokter akan menarik lembut rambut pasien untuk melihat seberapa banyak rambut yang rontok. Jika diperlukan, dokter dapat melakukan pemeriksaan penunjang, seperti Tes darah, untuk mendeteksi kondisi yang menyebabkan rambut rontok Biopsi kulit kepala, untuk mendeteksi apakah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan rambut rontok Pengobatan Rambut Rontok Penanganan rambut rontok tergantung pada penyebabnya. Pada rambut rontok yang terjadi akibat perubahan hormon saat persalinan, lebatnya rambut akan kembali normal dalam kurun waktu 6−9 bulan pascamelahirkan. Pada rambut rontok yang terkait dengan stres, dokter akan menyarankan pasien untuk menjalani konseling dan psikoterapi. Sementara jika rambut rontok terjadi akibat status gizi yang kurang baik, maka dokter akan memberikan saran tambahan asupan gizi dan multivitamin. Penanganan medis lain dapat dilakukan saat seseorang mulai merasa penampilannya terganggu akibat rambut rontok. Beberapa metode penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi rambut rontok adalah Pemberian obat oles kulit kepala yang mengandung minoxidil Pemberian obat minum yang mengandung finasteride atau spironolactone Penggunaan sampo khusus rambut rontok Cangkok atau transplantasi rambut, untuk mengatasi kebotakan akibat rambut rontok Komplikasi Rambut Rontok Rambut rontok yang tidak ditangani dapat mengganggu penderitanya dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Penipisan rambut dan adanya pitak yang disebabkan kerontokan rambut dapat terlihat orang lain sehingga membuat penderitanya merasa malu. Jika kondisi tersebut dibiarkan, penderitanya dapat mengalami komplikasi berupa penurunan kepercayaan diri, gangguan kecemasan, hingga depresi. Pencegahan Rambut Rontok Kerontokan rambut tidak selalu dapat dicegah, terutama yang terkait dengan faktor keturunan. Akan tetapi, pencegahan rambut rontok bisa dimulai dari perawatan rambut dengan rangkaian sampo yang mengandung krim Argan dan esens alpukat yang membantu menguatkan dan menjaga rambut tetap sehat. Selain perawatan rambut, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan rambut agar tercegah dari kerontokan Jangan sering mewarnai rambut. Lindungi rambut dari paparan sinar matahari secara langsung dengan memakai topi dan payung ketika cuaca terik. Sisir rambut dengan benar. Pilih produk perawatan rambut yang sesuai dengan jenis kulit kepala dan rambut.
Pemilihanrambut palsu ini dapat disesuaikan dengan warna, tekstur, dan gaya rambut yang diinginkan. 6. Meredakan stres. Salah satu cara untuk mencegah kerontokan rambut adalah meredakan stres. Stres dapat meningkatkan peradangan di dalam tubuh dan memengaruhi hormon, sehingga menyebabkan kebotakan rambut.
Dalam sistem tubuh setiap mahluk hidup terdapat senyawa biokimia yang mengatur proses fisiologis dan perkembangan tubuh yaitu hormon. Pada tumbuhan biasa disebut fitohormon, terbentuk secara alamiah, kadarnya sangat kecil, namun mampu mendorong, menghambat, maupun mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan taksis tumbuhan. Hormon tanaman atau fitohormon ini berbeda fungsinya dengan unsur hara dan enzim yang pernah kita ulas di website ini, namun ketiganya saling menunjang dan mempengaruhi. Jika unsur hara merupakan bahan-bahan pembentuk sel, organ hingga figur tanaman, enzim berfungsi sebagai pengubahnya katalisator, maka hormon bertugas mengatur bagaimana tanaman akan tumbuh dan berkembang secara alamiah. Para ahli fisiologi tumbuhan membagi hormon tumbuh menjadi 5 kelompok utama. Yaitu auksin AUX, sitokinin CK, gibberellin asam gibberelat / GA, etilena ETH, dan asam absisat abscisic acid / ABA. Auksin, sitokinin dan gibberelin adalah kelompok yang bersifat mendukung promoter bagi pertumbuhan tanaman jika diberikan dalam konsentrasi fisiologis. Etilena bisa bersifat mendukung maupun menghambat inhibitor pertumbuhan, sedangkan asam absisat bersifat menghambat pertumbuhan. Selain kelima kelompok itu, dikenal pula kelompok-kelompok lain yang berfungsi serupa hormon tumbuhan namun diketahui bekerja untuk beberapa kelompok tumbuhan saja atau merupakan hormon eksogen, yaitu brasinolide, asam jasmonat, asam salisilat, poliamina, dan karrikin. Saat ini manusia sudah mampu memproduksi hormon buatan yang dapat diaplikasikan pada tanaman budidaya maupun untuk keperluan kultur jaringan. Diproduksi secara komersial, untuk merekayasa perkembangan tanaman budidaya seperti yang kita inginkan. Misalnya untuk tujuan pembesaran buah, perbanyakan bunga, perbanyakan tunas dan cabang maupun anakan, percepatan tumbuh, menggenjot hasil panen, percepatan pemasakan buah, defoliasi perontokan daun, membuat tanaman kerdil bonsai dan rekayasa kultur jaringan. Hormon buatan ini disebut hormon sintetik atau lazim disebut zat pengatur tumbuh ZPT. Dalam praktiknya, seringkali ZPT sintetik buatan manusia lebih efektif atau lebih murah bila diaplikasikan untuk kepentingan usaha tani daripada ekstraksi fitohormon alami. Selain dibuat oleh tanaman sendiri dan buatan manusia, ada pula hormon yang diproduksi oleh mikroorganisme yang hidup di sekitar tanaman. Dengan demikian berdasarkan asalnya, hormon tumbuhan dibagi menjadi 2 kelompok yakni Hormon asli yang diproduksi sendiri secara alami dalam jaringan tubuh tanaman disebut dengan hormon endogen. Hormon yang berasal dari luar jaringan tubuh tanaman, yaitu yang dibuat oleh manusia, ataupun hasil sekresi mikroorganisme simbiotik disebut dengan hormon eksogen. Auksin Auksin pada tanaman terbentuk pada titik-titik tumbuh yaitu di pucuk, tunas, kecambah, dan ujung akar. Fungsi Auksin Merangsang perpanjangan sel tumbuhan, pembentukan bunga dan buah. Merangsang titik-titik tumbuh tunas, kuncup bunga, kuncup daun dan ujung-ujung akar. Mempengaruhi pembengkokan pada batang yang dipengaruhi oleh fototropisme dan geotropisme. Merangsang proses diferensiasi sel. Menciptakan perubahan morfologi tanaman. Beberapa auksin dengan dosis diatas konsentrasi fisiologis dapat digunakan untuk mematikan tanaman. Mencegah kerontokan dengan mekanisme menghambat pembentukan asam absisat pada tangkai bunga, buah dan daun. Jenis-jenis Auksin Indole acetic acid IAA, merupakan auksin alami yang pertama kali ditemukan, berperan dalam pemanjangan sel-sel tunas dan akar. Indole butyric acid IBA, merupakan auksin alami, berperan dalam percepatan tumbuhnya akar, memperlebat akar, dan merangsang akar pada stek. Naphtalene acetic acid NAA, merupakan auksin sintetik, berefek pada pembentukan akar yang lebih cepat dan panjang, membentuk suatu sistem perakaran yang kuat, kompak dan menyerabut Beta-naphtoxyacetic acid BNOA, merupakan auksin sintetik, mendorong pembentukan dan pembesaran buah. 4-chlorophenoxyacetic acid 4-CPA, merupakan auksin sintetik, dapat mencegah kerontokan bunga dan buah, membentuk buah tanpa biji, menyempurnakan bentuk buah. Dalam konsentrasi tinggi bisa menjadi herbisida. 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid 2,4D, merupakan auksin sintetik yang sering digunakan pada kultur jaringan dalam konsentrasi sangat rendah karena bersifat stabil tidak mudah rusak oleh cahaya maupun pemanasan saat sterilisasi. Dalam konsentrasi tinggi akan mematikan tanaman sehingga lazim digunakan sebagai herbisida. Picloram, merupakan auksin sintetik yang kuat, dalam konsentrasi sangat rendah dapat merangsang pembentukan kalus dan menghentikan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan. Dalam konsentrasi tinggi akan mematikan tanaman sehingga lazim digunakan sebagai herbisida. Karakter Auksin Dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat menghentikan pertumbuhan akar, bunga dan buah. Beberapa jenis auksin terutama IAA sensitif terhadap sinar matahari dan menyebabkan aktivitasnya berkurang. Beberapa jenis auksin digunakan dengan dosis tinggi untuk mematikan tanaman dan berfungsi sebagai herbisida misalnya 2,4D, 4-CPA dan picloram. Jika dicampur sitokinin akan bersifat antagonis atau saling melemahkan. Penggabungan antara auksin dengan auksin, atau auksin dengan gibberellin akan memberikan hasil yang optimal. Sitokinin Sitokinin pada tanaman dibentuk pada akar dan jarinngan kambium, kemudian ditransportasikan melalui pembuluh kayu dan dikonsentrasikan pada bagian-bagian tanaman . Fungsi Sitokinin Mempercepat pertumbuhan daun konsentrasi rendah, 3 mg/liter Memperbanyak pertumbuhan tunas sehingga tanaman menjadi rimbun, misalnya pada tanaman cabai, paprika, tomat konsentrasi 10 – 30 ml/liter. Memperbanyak anak tunas dan anakan misalnya pada padi, bawang merah, anggrek konsentrasi 50 – 100 ml/liter. Merangsang pertumbuhan tunas baru dari jaringan umbi, rimpang, bonggol, misalnya pada umbi kentang, rimpang jahe, bawang merah, anggrek. Biasanya digunakan dalam teknik kultur jaringan yang dikenal dengan embriogenesis somatik. Jenis-jenis Sitokinin Kinetin, merupakan sitokinin yang pertama kali ditemukan. Berfungsi dalam merangsang tumbuhnya tunas-tunas baru, kuncup-kuncup lateral dan kalus pada kultur jaringan. Zeatin, merupakan sitokinin yang pertama kali ditemukan pada kotiledon jagung zea mays. Berfungsi dalam pembentukan kecambah dan pucuk-pucuk tanaman. 6-Benzylaminopurine 6-BAP, mempercepat pembentukan tunas, daun. Pada anggrek merangsang pembentukan keiki. Efeknya bersifat sedang hingga tinggi sehingga konsentrasi yang diperlukan sangat kecil. 2-Isopentenyl adenine 2-iP, merangsang perbanyakan dan pemanjangan tunas. Mempunyai efek yang kuat. Thidiazuron TDZ, berpengaruh pada pembesaran tunas. Efeknya sangat kuat sehingga konsentrasi yang digunakan harus sangat rendah. Karakter Sitokinin Dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat menghentikan pertumbuhan akar, bunga dan buah. Jika dicampur auksin akan bersifat antagonis atau saling melemahkan. Jika digabungkan dengan gibberellin dapat mempercepat pertumbuhan tunas baru. Giberelin Giberelin pertama kali dikenali pada tahun 1926 oleh seorang ilmuwan Jepang, Eiichi Kurosawa, yang meneliti tentang penyakit padi yang disebut "bakanae". Penyakit ini menyebabkan tanaman padi tumbuh sangat tinggi yang ternyata ditemukan adanya senyawa hormon pada cendawan tersebut. Hormon ini pertama kali diisolasi pada tahun 1935 oleh Teijiro Yabuta, dari strain cendawan Gibberella fujikuroi Fusarium miniliformae. Isolat ini lalu dinamai gibberellin. Fungsi Giberelin Memicu perkecambahan biji. Berperan dalam pembelahan dan diferensiasi sel, dimana sel membelah diri dan menjadi sel yang berbeda. Merangsang perkecambahan biji dan pembentukan tunas embrio. Membantu pembentukan buah tanpa biji paternokarpi. Merangsang pembentukan bunga, buah dan bulir Memperbesar ukuran buah dan umbi-umbian. Merangsang pemanjangan dan pembesaran batang. Mempercepat tanaman memasuki fase generatif. Jenis-jenis Giberelin Hingga saat ini telah ditemukan kurang lebih 110 jenis gibberellin dari beberapa spesies jamur dan tumbuhan. Semuanya diberi nama Gibberellic Acid GA karena struktur molekul kimianya sama-sama memiliki ciri khusus yang disebut gibbane skeleton. Pembedaan antar jenis GA yang satu dengan yang lain pada kode angka, misalnya GA1, GA2, GA3, GA4, GA5, GA7, dan seterusnya sampai GA110, merujuk pada asal senyawa alaminya dan efektivitasnya untuk tanaman yang spesifik. Dari sekian banyak giberellic acid, GA3 dan GA7 merupakan varian yang paling populer karena paling efektif untuk lebih banyak jenis tanaman, sehingga dibuatlah sintetisnya untuk tujuan komersil. Karakter giberelin Penggabungan giberelin dengan auksin memberikan hasil tanaman yang lebih vigor dan buah yang lebih besar. Penggabungan gibberelin dengan sitokinin dapat mempercepat pertumbuhan tunas baru. Etilena Etilena merupakan hormon tanaman yang berujud gas. Secara alami terdapat pada tanaman pada bagian daun, buah, akar dan batang. Selain terdapat secara alami, senyawa etilena juga dibuat oleh industri salah satunya adalah asetilena atau karbid. Fungsi Etilena Mempercepat pemasakan buah, biasa digunakan pada melon, pepaya dan pisang. Merangsang pembentukan bunga jika digabung dengan auksin. Merangsang pembentukan bunga pada nanas. Mempercepat pemekaran bunga. Menyebabkan pertumbuhan batang menjadi tebal dan juga kokoh. Mempersingkat fase vegetatif pada tanaman-tanaman menahun agar segera produktif. Menginduksi pertumbuhan bulu akar, meningkatkan efisiensi penyerapan air dan mineral. Merangsang kelangsungan hidup tanaman di bawah kondisi oksigen rendah. Mendorong absisi atau perontokan daun, bunga maupun buah disaat tanaman tidak mengalami keseimbangan fisiologis. Jenis Etilena 2-chloroethyl phosphonic acid atau ethephon. Lazim ditemui dengan merek dagang Ethrel 480 SL atau Prothephon 480 SL. Berbentuk cair yang kemudian menguap menjadi gas ethilen apabila diaplikasikan. Beta-hydroxyethyl hydrazine BOH yang biasa digunakan untuk merangsang bunga pada nanas. Karakter Etilena Dihasilkan secara endogen dari dalam tanaman, maupun eksogen dari luar tanaman. Peningkatan etilena dalam tubuh tanaman biasanya diikuti oleh peningkatan auksin. Asam Absisat Abscisic Acid Asam absisat ABA merupakan senyawa inhibitor penghambat yang bekerja berlawanan dengan auksin dan giberelin. ABA banyak diproduksi pada bagian daun, bunga, dan buah yang masih muda dan kadarnya meningkat seiring sengan usia tanaman. Aktivitas asam absisat ini salah satunya berupa terbentuknya jaringan gabus yang terdapat pada ujung tangkai daun, bunga maupun buah. Fungsi Asam Absisat Memicu pengguguran daun disaat tanaman kekurangan air tujuannya untuk mengurangi proses penguapan, saat daun sudah menua, saat daun terserang penyakit. Memicu kerontokan bunga-bunga yang gagal dibuahi. Memicu gugurnya buah yang terlalu masak. Menghambat pembelahan dan pemanjangan sel. Membuat biji-bijian dalam keadaan doman tidur. Jika tanaman berada dalam tekanan cuaca atau musim, ABA inilah yang berperan dalam menjaga agar proses metabolisme tidak terlalu membebani. Jenis Asam Absisat Asam absisat dihasilkan secara alami dan endogen oleh tanaman. Daminozide yang merupakan ABA sintetik. Disemprotkan pada buah untuk mempermudah panen, dan mencegah apel jatuh dari pohon sebelum matang sehingga berwarna merah dan kokoh untuk disimpan. Pada tahun 1989, produsen secara sukarela menarik dari peredaran setelah Badan Perlindungan Lingkungan AS mengusulkan pelarangan berdasarkan kekhawatiran tentang risiko kanker bagi konsumen. Pyrabactin yang juga merupakan ABA sintetik, digunakan untuk meningkatkan ketahanan tanaman dari cuaca kekeringan. Karakter Asam Absisat Pembentukan asam absisat bisa dihambat dengan penambahan auksin dan giberelin. Peningkatan asam absisat didukung oleh peningkatan kadar etilena. Pemberian hormon sintetik atau ZPT secara eksogen, melalui penyemprotan pada tanaman biasa dilakukan untuk merekayasa tanaman budidaya agar lebih produktif, atau membuat perkembangan tanaman seperti yang kita inginkan. Aplikasi hormon / ZPT eksogen ini tentunya harus memperhatikan kondisi tanaman. Tanaman yang sedang terserang penyakit akan sulit dipacu pertumbuhan dan perkembangannya dengan hormon / ZPT. Pemberian unsur hara / pupuk secara cukup juga menjadi syarat agar aplikasi hormon / ZPT berhasil dengan baik. Jika tanaman diberi hormon / ZPT tetapi unsur hara tidak dicukupi, hal ini akan membuat tanaman menderita dan masa hidupnya jadi lebih pendek. Bagaimanaini terjadi dan cara mengatasinya. a. Penyebab Kerontokan. 1. Kerontokan karena faktor fisiologis kimiawi : Kandungan nutrisi, khususnya hara fosfat (P) dan kalium (potassium = K) yang terbatas dalam tanah atau media tanam tabulampot menjadi faktor penyebab utama kerontokan bunga dan bakal buah atau buah yang sedang mengalami proses

Tidakhanya itu gas etilen mempercepat kematangan pada buah, dan menyebabkan pertumbuhan batang menjadi kekal dan kokoh. 5. Hormon Asam Absisat. Hormon asam absisat adalah hormon yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman, dan melawan hormon auksin serta giberelin. Oleh karena itu, fungsi hormon asam absisat ini adalah menghambat perkecambahan

.
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/159
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/307
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/640
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/39
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/525
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/397
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/346
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/506
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/607
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/537
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/265
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/925
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/90
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/148
  • 9ddq0jx5tu.pages.dev/235
  • kerontokan buah dapat dicegah dengan memberikan hormon